Jumat, 12 Agustus 2016

Tutorial Surfer 3D Surface & contouring


Tutorial Digitasi Peta pada Global Mapper


Tutorial membuat Kontur pada Surpac


Tutorial Cara Membuat database pada Surpac


Tutorial Cara Membuat Block Model Pada Surpac


Kestabilan Lereng

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Geoteknik atau dikenal sebagai engineering geology merupakan bagian dari rekayasa perencanaan tambang (mine plan) yang didasarkan pada pengetahuan yang terkumpul selama sejarah penambangan. Seorang mine plan yang merancang terowongan, jalan raya, bendungan atau yang lainnya memerlukan suatu estimasi bagaimana tanah dan batuan akan merespon tegangan, sehingga dalam hal ini penyelidikan geoteknik merupakan bagian dari uji lokasi dan merupakan dasar untuk pemilihan lokasi. Bagian dari ilmu geoteknik yang berhubungan dengan respon material alami terhadap gejala deformasi disebut dengan geomekanika.
Didalam operasi penambangan, masalah kemantapan lereng akan ditemukan pada Penggalian Tambang Terbuka (open pit ataupun open cut), bendungan untuk cadangan air kerja, di tempat – tempat penimbunan bahan buangan (tailing disposal) dan di penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (bendungan, jalan, dll) itu tidak stabil maka kegiatan produksi akan terganggu.
Oleh karena itu suatu analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.
Dari uraian latar belakang diatas, maka judul dari embuatan makalah ini adalah “Parameter Geoteknik Untuk Kestabilan Lereng Pada Tambang Terbuka




1.2    Identifikasi Masalah
1.    Faktor Kestabilan Lereng
2.    Klasifikasi Kelongsoran
3.    Metode Analisis Kestabilan Lereng
4.    Faktor Keamanan (FK) Lereng Minimum
5.    Geometri Jenjang (Bench Dimension)

1.3    Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembutan makalah ini yaitu diharapkan bisa mengenal lebih detail lagi parameter dari Geoteknik Tambang dan mampu menguasai perhitungan mengenai geometri jenjang.

1.4    Manfaat Penulisan
Makalah ini di buat agar bermanfaat untuk:
1)   Bagi Penulis dan Pembaca:
Menambah pengetahuan dan wawasan agar kedepannya mampu menguasai perhitungan geoteknik tambang untuk geometri jenjang dan dapat mengaplikasikannya sessuai kebutuhan
2)   Bagi Tenaga Pengajar:
Sebagai bahan referensi di perpustakaan dan untuk tambahan bahan ajar

1.5    Metodelogi Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini metode yang digunakan untuk pengumpulan dan pengolahan data adalah :
1.    Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data, yaitu :
a.    Data Sekunder
Data sekunder adalah data dari buku, internet atau artikel-artikel terkait lainnya dan pemahaman yang dilihat dari sudut pandang penulis dan berhubungan dengan materi pembahasan yang digunakan untuk mendukung pembahasan ini.
2.    Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan suatu teknik pengolahan data secara Deduksi dan Induksi sebagai berikut :
a.    Secara Deduksi, yaitu pembahasan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian dibahas menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
Secara Induksi, yaitu pembahasan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus, kemudian dibahasmenjadi suatu kesimpulan yang bersifat umum (merupakan kebalikan dari metode deduksi).






















BAB II
DASAR TEORI

2.1  Kemantapan Lereng
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan tetap stabil.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut. Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Faktor Kestabilan Lereng
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut.
Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai  berikut :
1.    Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.
2.    Data mekanika tanah
a.    Sudut geser dalam (ɸ)
b.    Bobot isi tanah atau batuan (γ)
c.    Kohesi (c)
d.   Kadar air tanah (ω)
3.  Faktor Luar
a.    Getaran akibat kegiatan peledakan,
b.    Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah yang tidak terganggu (Undisturb soil). Kadar air tanah (ω) diperlukan terutama dalam perhitungan yang menggunakan computer (terutama bila memerlukan data γdryatau bobot satuan isi tanah kering, yaitu : γdry = γ wet / ( 1 + ω).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kestabilan lereng penambangan adalah sebagai berikut : (Ir. Karyono M.T, Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba).
1.    Kuat Geser Tanah atau Batuan
Kekuatan  yang sangat berperan dalam analisa kestabilan lereng terdiri dari sifat fisik dan sifat mekanik dari batuan tersebut. Sifat fisik batuan yang digunakan dalam menganalisa kemantapan lereng adalah bobot isitanah, sedangkan sifat mekaniknya adalah kuat geser batuan yang dinyatakan dengan parameter kohesi (c) dan sudut geser dalam. Kekuatan geser batuan ini adalah kekuatan yang berfungsi sebagai gaya untuk melawan atau menahan gaya penyebab kelongsoran.
a.    Bobot Isi Tanah Atau Batuan
Nilai bobot isi tanah atau batuan akan menentukan besarnya beban yang diterima pada permukaan bidang longsor, dinyatakan dalam satuan berat per volume. Bobot isi batuan juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan air dalam batuan tersebut. Semakin besar bobot isi pada suatu lereng tambang maka gaya geser penyebab kelongsoran akan semakin besar. Bobot isi diketahui dari pengujian laboratorium. Nilai bobot isi batuan untuk analisa kestabilan lereng terdiri dari 3 parameter yaitu nilai Bobot isi batuan pada kondisi asli, kondisi kering dan Bobot isi pada kondisi basah.
b.    Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial (triaxial test).
c.    Sudut Geser Dalam
Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.
Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dalam persamaan berikut :
τnt     = σn tan ϕ + c
Dimana :
τnt     = Tegangan Geser
σn   = Tegangan Normal
ϕ     = Sudut Geser Dalam
C    = Kohesi
Prinsip pengujian direct shear strength test atau juga dikenal dengan shear box test adalah menggeser langsung contoh tanah atau batuan di bawah kondisi beban normal tertentu. Pergeseran diberikan terhadap bidang pecahnya, sementara untuk tanah dapat dilakukan pergeseran secara langsung pada conto tanah tersebut. Beban normal yang diberikan diupayakan mendekati kondisi sebenarnya di lapangan.
2.    Struktur geologi
Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan pada analisa kestabilan lereng penambangan adalah bidang-bidang lemah dalam hal ini bidang ketidakselarasan (discontinuity).
Ada dua macam bidang ketidakselarasan yaitu :
a.    Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.
b.    Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.
Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam analisa kemantapan lereng karena struktur geologi merupakan bidang lemah di dalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan atau memperkecil kestabilan lereng.
3.    Geometri lereng
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu lereng tunggal (Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall slope). Suatu lereng disebut lereng tunggal (Single slope) jika dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama atau homogen. Demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka lereng tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin besar lebar berm maka lereng tersebut akan semakin stabil.
4.    Tinggi muka air tanah
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.
5.    Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan terjadi kelongsoran.
6.    Gaya luar
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan adalah beban alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang diakibatkan oleh kegiatan peledakan,dll.

3.2  Klasifikasi Kelongsoran
Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena batuan mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan berbeda pula.
Menurut Made Astawa Rai, Dr. Ir, (1998) longsoran pada kegiatan pertambangan secara umum diklasifikaskan menjadi empat bagian, yaitu :
1.      Longsoran Bidang (plane failure)
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang bidangluncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan.
Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah :
a.    Bidang luncur mempunyai arah yang tidak berbentuk lingkaran.
b.    Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur dapat dilihat di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari kemiringan lereng.
c.    Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya.
d.   Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran.
2.    Longsoran Baji (wedge failure)
Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji juga diakibatkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaannya adalah adanya dua struktur geologi (dapat sama jenis atau berbeda jenis) yang berkembang dan saling berpotongan.
Syarat terjadinya longsoran baji adalah sebagai berikut :
a.    Longsoran baji ini terjadi bila dua buah jurus bidang diskontinyu saling berpotongan pada muka lereng
b.    Sudut garis potong kedua bidang tersebut terhadap horizontal (yi) lebih besar dari pada sudut geser dalam (ϕ) dan lebih kecil dari pada sudut kemiringan lereng (yi).
c.    Longsoran terjadi menurut garis potong kedua bidang tersebut.
3.    Longsoran Guling (toppling failure)
Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang keras dengan bidang-bidang lemah tegak atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Kondisi untuk menggelincir atau mengguling ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya. 
4.    Longsoran Busur (circular failure)
Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam, terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir menyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidan-bidang lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.
Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada batuan yang rapuh atau lunak serta banyak mengandung bidang lemah, maupun pada tumpukan batuan yang hancur.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (shear stress) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
1.    Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
2.    Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
3.    Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
4.    Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
5.    Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
6.    Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
1.    Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
2.    Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan.
3.    Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
4.    Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.

3.3  Metode Analisis Kestabilan Lereng
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk melakukan analisis kestabilan lereng, baik untuk lereng batuan maupun lereng tanah.
Metode yang dibahas pada tulisan ini yaitu metode Bishop (Bishop method), aplikasi program GeoStudio 2004 – Slope/W. Pemilihan metode bishop ini dikarenakan lapisan tanah dilokasi adalah lapisan tanah yang tidak terlalu keras atau lunak dan berpotensi membentuk longsoran berbentuk busur lingkaran atau circular failure slope. Berikut dijelaskan aplikasi metode bishop dalam menganalisa kestabilan lereng tambang.
1.      Metode Bishop
Metode ini digunakan dalam menganalisa kestabilan lereng dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada dan memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing potongan. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran atau circular.
Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur. Tahap selanjutnya dalam proses analisis adalah membagi massa material di atas bidang longsor menjadi beberapa elemen atau potongan.
Pada umumnya jumlah potongan minimum yang digunakan adalah lima potongan untuk menganalisis kasus yang sederhana. Untuk profil lereng yang kompleks atau yang terdiri dari banyak material yang berbeda, jumlah elemen harus lebih besar.
Parameter yang mutlak dimiliki untuk tiap-tiap elemen adalah kemiringan dari dasar elemen yaitu sebesar θ, tegangan vertikal yang merupakan perkalian antara tinggi h dan berat jenis tanah atau batuan (g), tekanan air yang dihasilkan dari perkalian antara tinggi muka air tanah dari dasar elemen (hw) dan berat jenis air (gw) dan kemudian lebar elemen (b). Disamping parameter tersebut kuat geser dan kohesi juga diperlukan di dalam perhitungan.
Proses selanjutnya adalah interasi faktor keamanan. Masukkan asumsi faktor keamanan = 1.00 untuk memecahkan persamaan faktor keamanan. Seandainya nilai faktor keamanan yang didapat dari perhitungan mempunyai selisih lebih besar dari 0,001 terhadap faktor keamanan yang diasumsikan, maka perhitungan diulang dengan memakai faktor keamanan hasil perhitungan sebagai asumsi kedua dari F. Demikian seterusnya hingga perbedaan antara ke dua F kurang dari 0,001, dan F yang terakhir tersebut adalah faktor keamanan yang paling tepat dari bidang longsor yang telah dibuat.

3.4  Faktor Keamanan (FK) Lereng Minimum
Kelongsoran suatu lereng penambangan umumnya terjadi melalui suatu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir (slip surface). Kestabilan lereng tergantung pada gaya penggerak dan gaya penahan yang bekerja pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan (resisting force) adalah gaya yang menahan agar tidak terjadi kelongsoran, sedangkan gaya penggerak (driving force) adalah gaya yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Perbandingan antara gaya-gaya penahan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah inilah yang disebut dengan faktor keamanan (FK) lereng penambangan. Dimana :
FK > 1,0 : Lereng dalam kondisi stabil.
FK < 1,0 : Lereng tidak stabil.
FK = 1,0 : Lereng dalam kondisi kritis.
Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat kestabilan lereng penambangan maka hasil analisa dengan FK = 1.00 belum dapat menjamin bahwa lereng tersebut dalam keadaan stabil. Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor yang perlu diperhitungkan dalam analisa faktor keamanan lereng penambangan, seperti kekurangan dalam pengujian conto di laboratorium serta conto batuan yang diambil belum mewakili keadaan sebenarnya di lapangan, tinggi muka air tanah pada lereng tersebut, getaran akibat kegiatan peledakan di lokasi penambangan, beban alat mekanis yang beroperasi.
Dengan demikian, diperlukan suatu nilai faktor keamanan minimum dengan suatu nilai tertentu yang disarankan sebagai batas faktor keamanan terendah yang masih aman sehingga lereng dapat dinyatakan stabil atau tidak. Sehingga pada penelitian ini, faktor keamanan minimum yang digunakan adalah FK ≥ (sama dengan atau lebih besar) dari1.25, sesuai prosedur dari Joseph E. Bowles (2000), Dengan ketentuan :
FK ≥ 1,25              : Lereng dalam kondisi Aman.
FK < 1,07              : Lereng dalam kondisi Tidak Aman.
FK  > 1,07 ; <1,25 : Lereng dalam kondisi kritis.




3.5  Geometri Jenjang (Bench Dimension)
Sebelum mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui istilah pada jenjang seperti terlihat di bawah ini.

Gambar 3.1 Bagian-Bagian Dari “Bench” (Hustrulid.W. & Kuchta.M.)

 Dalam penentuan gometri jenjang, beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain :
1.    Sasaran produksi harian dan tahunan
2.    Ukuran alat mekanis yang digunakan
3.    Sesuai dengan ultimate pit slope
4.    Sesuai dengan kriteria slope stability
Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh:
1.    Alat-alat berat yang dipakai (terutama alat gali dan angkut)
2.    Kondisi geologi
3.    Sifat fisik batuan
4.    Selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan
5.    Laju produksi
6.    Iklim.
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit; lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom alat muat.

Gambar 3.2 Pembuatan “Bench” cara US Army Engineer (“Pit & Quaries”, No. 5-332, 1967)

Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertim­bangkan aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat hujan. Tinggi pada tambang terbuka dan quarry batu andesit dan granit sekitar 15 m, sedangkan pada tambang uranium hanya sekitar 1,0 m.
Kemiringan dinding jenjang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk pit serta luas areal pit. Kemiringan lereng jenjang juga akan membantu penentuan jumlah buangan yang harus diangkat untuk mendapatkan bijih. Telah disinggung sebelumnya bahwa lereng jenjang harus stabil selama aktifitas penggailan berlangsung, oleh sebab itu perlu dilakukan analisis kestabilan lereng diseluruh areal tambang (pit). Kekuatan batuan, patahan, retakan-­retakan, kandungan air tanah dan informasi geologi lainnya adalah faktor kunci untuk menganalisis lereng tambang. Akibat dari perbedaan karakteristik batuan dan informasi geologi, maka tidak heran apabila di dalam wilayah penambangan akan terjadi kemiringan lereng yang berbeda. Kemiringan dinding permuka kerja (individual slope) pada tambang bijih dan quarry batuan kompak berkisar antara 720 – 850. Penentuan lebar jenjang akan dipengaruhi oleh laju produksi yang diinginkan, dimensi serta jumlah alat angkut dan alat muat, aktifitas pengeboran-peledakan dan kondisi geologi di sekitar pit.
Tidak ada rumus baku untuk menentukan lebar jenjang; namun, beberapa para­meter penting di bawah ini harus dipertimbangkan, meliputi:
1.    Radius manuver alat angkut saat akan dimuat material oleh alat muat, rm;
2.    Cukup leluasa untuk berpapasan minimal dua alat angkut, 2 lt +c ;
3.    Lebar maksimum tumpukan hasil peledakan (muckpile), mp ;
4.    Lebar areal yang akan dibor, Ld.
Berdasarkan parameter di atas, maka dapat dibuat rumus empiris lebar jenjang (LB) sebagai berikut:
LB = Rm+(2Lt+c)+Mp+Ld
Parameter Lt adalah lebar sebuah truck maksimum dan c adalah konstanta yang tergantung pada jarak dua truck yang aman ketika berpapasan, yaitu antara 5,0 m sampai 10 m.

Wmin = Y +Wt + Ls + G + Wb
Dimana :
W min : Lebar jenjang minimum (m)
Y         : Lebar yang disediakan untuk pengeboran (m)
Wt       : Lebar yang disediakan untuk alat -alat (m)
Ls        : Panjang power shovel tanpa boom (m)
G         : Radius lantai kerja yang terpotong oleh shovel (m)
Wb      : Lebar untuk broken material (m)

Beberapa pihak yang mengeluarkan pendapat mengenai dimensi jenjang, antara lain :
1.    Lewis (Elements of Mining)
Tinggi jenjang sebagai berikut :
a.    Untuk hidraulicking yang baik adalah 20 ft dan maksimum 60 ft
b.    Untuk dredging kedalaman ideal antara 50 ft – 80 ft, tetapi ada yang sampai 130 m
c.    Untuk Open-cut antara 12 ft – 75 ft; yang baik 30 ft. Sedangkan untuk tambang bijih dapat mencapai 225 ft. Lebar jenjang disesuaikan dengan loading track, daerah operasi power shovel serta untuk peledakan. Lebarnya antara 20 ft – 75 ft, umumnya 50 ft dan idealnya 30 ft .

2.    L. Shevyakov (Mining of Mineral Deposits)
Lebar jenjang tergantung pada metode penggalian dan kekerasan bahan galian yang ditambang.
a.    Untuk Material Lunak
B = (1,00 s.d 1,50 ) Ro + L + L1 + L2
Dimana :
B    : Lebar jenjang (m)
Ro  : Digging radius dari alat muat (m)
L     : Jarak ant ara sisi jenjang dengan rel (3 – 4 m)
L1   : Lebar lori (1,75 – 3,00 m)
L2   : Jarak untuk menjaga agar tidak longsor (m)
b.    Untuk Material Keras
B = N + L + L1 + L2
Dimana :
B : Lebar jenjang (m)
N : Lebar yang dibutuhkan untuk broken material (m)

3.    Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)
a.    Untuk Lapisan yang lunak (soft strata)
B = 2R + C + C1 + L
Dimana :
B : Lebar jenjang (m)
R : Digging radius dari alat muat (m)
C : Jarak sisi jenjang atau broken material ke garis tengah rel (m)
L : lebar yang disediakan untuk faktor keamanan, biasanya sebesar dump-truck (m)
b.    Untuk Lapisan yang lunak (soft strata)
B = a + C + C1 + L + A
Dimana :
B  : Lebar jenjang (m)
a   : Lebar untuk broken material (m)
A  : Lebar pemotongan pert ama (m)

4.    Popov (The Working of Mineral Deposit)
a.    Tinggi jenjang dan kemiringannya
i)     Kemiringan jenjang tergantung pada kandung air pada bahan galian; bila relatif kering biasanya memungkinkan kemiringan jenjang yang besar.
ii)   Umumnya tinggi jenjang berkisar antara 12 – 15 m dengan kemiringan :
a)    untuk batuan beku : 70o – 80o
b)   untuk batuan sedimen : 50o – 60o
c)    untuk batuan ledge dan pasir kering : 40o – 50o
d)   untuk batuan yang argilaceous : 35o – 45o
b.    Lebar jenjang
Lebar jenjang antara 40 – 60 m, biasanya juga dibuat antara 80 – 100 m jika memakai multi row bore-hole. Lebar minimum untuk batuan keras :
Vr = A + C + C1 + L + B
Dimana :
Vr   : Lebar jenjang minimum (m)
A    : Lebar untuk broken material (m)
C    : Jarak sisi timbunan ke sisi tengah rel (m)
C1  : Setengah lebar lori ( m)
B    : Lebar endapan yang diledakkan (6 – 12 m)
L     : Lebar yang disediakan untuk menjamin ekstraksi endapan pada jenjang di bawahnya

5.  Young (Elements of Mining)
a.    Tinggi jenjang :
1)   untuk tambang bijih besi : 20 – 40 ft
2)   untuk tambang bijih tembaga : 30 – 70 ft
3)   untuk lime st on e : s.d. 200 ft
b.    Lebar jenjang : 50 – 250 ft
c.    Kemiringan jenjang : 45º – 65º

6.  E. P. Pfeider (Surface Mining)
L = Lm + SF x
Dimana :
L     : Tinggi jenjang (m)
Lm  : Maximum cutting height dari alat-muat (m)
SF   : Swell Factor (m)
X    = 0,33 untuk cara corner cut
= 0,50 untuk cara box cut





BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :

Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak

Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai  berikut :
1.    Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng). 
2.    Data mekanika tanah
3.    Faktor Luar
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kestabilan lereng penambangan adalah sebagai berikut : (Ir. Karyono M.T, Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba).
1.    Kuat Geser Tanah atau Batuan
2.    Struktur geologi
3.    Geometri lereng
4.    Tinggi muka air tanah
5.    Iklim
6.    Gaya luar
Kelongsoran suatu lereng penambangan umumnya terjadi melalui suatu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir (slip surface). Kestabilan lereng tergantung pada gaya penggerak dan gaya penahan yang bekerja pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan (resisting force) adalah gaya yang menahan agar tidak terjadi kelongsoran, sedangkan gaya penggerak (driving force) adalah gaya yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Perbandingan antara gaya-gaya penahan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah inilah yang disebut dengan faktor keamanan (FK) lereng penambangan. Dimana :
1.    FK > 1,0 : Lereng dalam kondisi stabil.
2.    FK < 1,0 : Lereng tidak stabil.
3.    FK = 1,0 : Lereng dalam kondisi kritis.
Dalam penentuan gometri jenjang, beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain :
1.    Sasaran produksi harian dan tahunan
2.    Ukuran alat mekanis yang digunakan
3.    Sesuai dengan ultimate pit slope
4.    Sesuai dengan kriteria slope stability
Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh:
1.    Alat-alat berat yang dipakai (terutama alat gali dan angkut)
2.    Kondisi geologi
3.    Sifat fisik batuan
4.    Selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan
5.    Laju produksi
6.    Iklim.
Tidak ada rumus baku untuk menentukan lebar jenjang; namun, beberapa para­meter penting di bawah ini harus dipertimbangkan, meliputi:
1.    Radius manuver alat angkut saat akan dimuat material oleh alat muat, rm;
2.    Cukup leluasa untuk berpapasan minimal dua alat angkut, 2 lt +c ;
3.    Lebar maksimum tumpukan hasil peledakan (muckpile), mp ;
4.    Lebar areal yang akan dibor, Ld.
Berdasarkan parameter di atas, maka dapat dibuat rumus empiris lebar jenjang (LB) sebagai berikut:
LB = Rm+(2Lt+c)+Mp+Ld

4.2    Saran

Dalam hal ini penulis menyarankan dalam makalah karya ilmiah Parameter Geoteknik Untuk Kestabilan Lereng Pada Tambang Terbuka bahwa dalam kegiatan tersebut dapat menyajikan secara grafis (rencana/bagian dari rencana) masalah pengukuran, pemecahan masalah dari data geotek dengan menggunakan software tambang yang sudah ada sehingga kedepannya mampu mengaplikasikan pada dunia tambang dan dalam mata kuliah ini juga penulis menyarankan agar diadakannya praktikum langsung kelapangan yang mampu mengembang ilmu dari mahasiswa yang telah didapat di perkuliahan.